Regulasi Mandul, Alih Fungsi Lahan Pertanian Mengganas

Oleh: Henry Dunan Pardede SP MM

Kondisi lahan pertanian Kota Siantar kian memprihatinkan. Karena terjadinya alih fungsi lahan pertanian secara sporadik. Terutama lahan sawah irigasi teknis yang menyusut dari sebelumnya pada tahun 2013 seluas 2.361 hektar kini tersisa 1.319 hektar.

Example 325x300

Diperkirakan, 1.042 hektar telah beralih fungsi setelah berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Siantar Tahun 2013-2032.

Penyusutan ini disebabkan alih fungsi lahan ke area non pertanian. Alih fungsi ini dilakukan untuk proyek pembangunan perumahan/ pemukiman pabrik dan jalan tol serta fasilitas umum lainnya.

Bahkan alih fungsi lahan persawahan yang memiliki irigasi teknis baik, menjadi rusak akibat alih fungsi lahan yang semakin mengganas dan tak terkendali.

Dengan Angka 1042 hektar, setara dengan penurunan produksi padi sebanyak 104.200 ton setiap tahun. Hal menjadikan kebutuhan beras untuk Kota Siantar, hampir 70% tergantung dari daerah lain.

Menyusutnya lahan pertanian bukan saja hanya menurunkan produksi. Akan tetapi berdampak pada resapan air. Hal ini dapat dibuktikan meskipun dilakukan perbaikan drainase setiap tahunnya, namun tidak dapat mengatasi luapan air pada musim hujan. Karena tak tersedianya resapan air akibat alih fungsi lahan.

Sebenarnya, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya pencegahan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Tertuang dalam Undang-undang 41 tahun 2009, tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Undang-undang tersebut juga menegaskan sanksi perorangan dan perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap alih fungsi lahan pertanian. Pasal 72, 73, dan 74 menerangkan dengan rinci denda dan hukuman bagi yang melakukan pelanggaran aturan itu.

Demikian juga Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013. Akan tetapi sampai saat ini, belum efektif dalam implementasinya. Untuk itu diminta kepada wali kota dan DPRD Kota Siantar, supaya menjalankan fungsinya untuk mengambil tindakan dalam persoalan alih fungsi lahan.

Langkah harus dilakukan untuk bisa mengkontrol dan menjaga keseimbangan semua aspek, termasuk ekonomi, sosial masyarakat dan ekologis dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Ketika pemanfaatan lahan melebihi daya dukungnya, maka alam bukan lagi menjadi sumber daya melainkan bencana. Karena itu perlu ada pengaturan keseimbangan antara alam dan kebutuhan ruang, termasuk perlindungan lahan pertanian dalam penataan ruang.

Wali Kota Siantar dan DPRD Kota Siantar, jalankan fungsi untuk mengambil tindakan dalam persoalan alih fungsi lahan. Tujuan UU dan Perda yang dibuat merupakan arah pengaturan untuk melindungi lahan pertanian pangan dari derasnya arus degradasi.

Adapun Ketentuan yang dibangun dalam payung hukum tersebut, dimaksudkan agar bidang-bidang lahan tertentu hanya boleh digunakan untuk aktivitas pertanian pangan yang sesuai peruntukan.

Aturan UU disebutkan bahwa setiap orang yang sengaja mengalihfungsikan lahan akan dijerat dengan tindak pidana kurungan selama lima tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp5 miliar.

Arah pengaturan dari UU ini adalah untuk melindungi lahan pertanian pangan dari derasnya arus degradasi. Adapun Ketentuan yang dibangun dalam UU no 41 tahun 2009, dimaksudkan agar bidang-bidang lahan tertentu hanya boleh digunakan untuk aktivitas pertanian pangan yang sesuai peruntukan.

Yang pasti, dalam aturan ini disebutkan bahwa setiap orang yang sengaja mengalihfungsikan lahan akan dijerat dengan tindak pidana kurungan selama lima tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp5 miliar.

Pemerintah terus berkomitmen untuk mendorong dan menjaga sektor pertanian Indonesia. Salahsatunya melalui perlindungan lahan pertanian terutama lahan sawah.

Upaya tersebut dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2012, tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian. Seperti pemberian insentif kepada petani, pemberian fasilitas permodalan dan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan.

Sayangnya, Pemerintah Kota Siantar nampaknya tidak mengimplementasikan aturan tersebut guna dukungan kepada masyarakat tani. Malah sebaliknya menaikkan NJOP yang tidak wajar menambah beban petani dan keluarganya. (***)

(Penulis Merupakan Ketua KTNA Kota Siantar)