Laporan : Putra Marpaung, Pemimpin Redaksi
Loket pembayaran pajak bumi bangunan Kantor Pendapatan Pengelolaan Keuangan Asset Daerah (PPKAD) Kota Siantar, sedang ramai.
Pria berusia senja terlihat murung di antara pewajib pajak yang antre di loket. Kedua kakinya seolah sudah tak kuat lagi untuk berdiri lebih lama. Tubuhnya yang kurus kering buru-buru memisahkan diri dari antrean. Duduk di kursi yang berjajar di ruang loket. Lalu menghela nafas panjang.
Tatapannya hampa sejenak. Sesekali menggeleng disusul mulutnya berdecap-decap. Telapak tangan kanannya tak lepas menempel di kening yang sebagian sudah keriput.
Terlihat jelas dirinya sedang tertekan. Setelah tampak sedikit tenang, kami pun berbincang. Sebut saja namanya Ard. Pria berusia hampir 70 tahun ini ternyata sedang menghadapi masalah besar. Tingginya kenaikan pajak tanah yang diberlakukan Wali Kota Siantar, membuatnya jantungan. Bahkan praktis tak mampu menemukan jalan keluar.
“Hampir pingsan aku tadi. Awak sudah tua kek gini tak tahan lagi ngadapi yang begini. Dangadongi si Hefriansyah on. Accit ulukku,” gerutunya kesal tak terbendung.
Dikisahkan Ard, rumah yang ditempatinya saat ini sudah dibelinya sejak 30 tahun lalu. Namun, lupa mengurus balik nama dari pemilik pertama. “Lupa aku balik namakan sejak kubeli dulu. Memang ini kesalahanku,” ucapnya melanjutkan keluh kesah sambil tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepala.
Wali Kota Siantar Hefriansyah Noor, lewat Peraturan Wali (Perwal) nomor 4 tahun 2021, memberlakukan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di seluruh wilayah Kota Siantar. Kenaikannya tak tanggung-tanggung. Mencapai 1000 sampai 1300 persen.
Pemberlakuan perwal itu tentunya membuat Ard terkena imbasnya. Secara otomatis, biaya balik nama sertifikat tanahnya menjadi melonjak tinggi. Beberapa kali dia memohon, tapi harga permeter dipatok hingga Rp1 juta.
“Aku sudah jelaskan semua sama petugasnya. Tapi tak ada ampun. Pajak yang kubayar untuk balik nama tetap mengacu ke peraturan baru. Mati di angka Rp 1 juta permeter. Hancur aku. Ngeri,” keluhnya tiada tara.
Ard mengatakan, Hefriansyah di akhir masa jabatannya, masih tetap menyusahkan masyarakat.
“Gak pernah dengar aku kebijakan Hefriansyah ini yang membawa keuntungan buat warga. Di akhir masa jabatannya pun dia tetap menyusahkan warga. Semogalah dia diberi imbalan setimpal atas kebijakannya itu,” sumpah serapah Ard berulang-ulang.
Menurut Ard, jika mengacu pada aturan lama, NJOP tanah di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, tak sampai Rp200 ribu permeter. Kini, dengan mengacu pada perwal, mencapai Rp1-4 juta permeternya.
“Terus terang saya bilang. Kalau kali sejuta permeter wali kota mau beli, sekarang saya jual ke dia rumah saya itu,” kesal Ard mengemuka.
Pemberlakuan Perwal nomor 4 tahun 2021, sungguh dianggap kurang relevan. Apalagi dampaknya sangat luas terutama bagi masyarakat dan perekonomian daerah. Investasi terhalang apalagi di bidang properti.
Pemberlakuan perwal ini juga, dikhawatirkan bisa disalah gunakan oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan.
Salah satu Notaris di Kota Siantar, Henry Sinaga, bahkan sudah menduga penerapan perwal masuk kategori pungli. Henry secara resmi juga telah melaporkannya ke Polres Siantar.
Kordinator Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) wilayah Siantar Simalungun, Khotibul Umam Sirait, mendesak agar pihak Kepolisian segera membuka rancangan laporan pengelolaan keuangan daerah Kota Siantar tahun 2021 -2022.
“Dari situ, neraca keuangan Pemko Siantar dapat dilihat dengan jelas. Jadi kita bisa melihat dari rancangan pengelolaan keuangan daerah Kota Siantar untuk satu periode. Dimulai sejak Perwal diberlakukan. Jika tidak ada estimasi kenaikan arus masuk pendapatan sesuai pemberlakuan perwal itu, maka patut sekali diduga ada upaya peggelapan pendapatan asli daerah dari perwal itu,” ungkap Umam.
Begitu pun, Umam berharap kepada DPRD Siantar, segera memperhatikan dengan serius untung rugi pemberlakuan Perwal nomor 4 tahun 2021 tersebut. “Jangan DPRD Siantar cuma bisa diam. Perhatikan keluhan masyarakat. Perwal itu sangat membebani warga di tengah masa Pandemi sekarang ini,” tutup Umam.
Kepala PPKAD Siantar, Masni, lewat Kabid P2 Hamdani Lubis, sempat mengakui keluhan Ard. Namun, pihaknya tak mampu lagi menurunkan penerapan di angka Rp1 juta.
“Itu sudah sangat maksimal bisa dibantu,” kata Hamdani. (***)